Headline
kesehatan
News
KUNINGAN, pemudakuningan.id - Kasus pencemaran Sungai Cimarilit yang melintasi Kelurahan Cipari hingga Purwawinangun menjadi cermin nyata kegagalan tata kelola ruang di Kabupaten Kuningan. Warga di Blok Babakan RT 01–02/RW 04, Blok Cikole Barat RT 03–05/RW 02, Blok Cijoho Hilir RT 02–04/RW 03, Blok Puhun RT 05–06/RW 01, hingga Lingkungan Kaum RT 07–08/RW 05, setiap hari menjerit akibat bau menyengat, air tercemar, dan meningkatnya risiko kesehatan. Persoalan ini bukan hal baru, melainkan sudah menahun, terutang, dan terkesan dibiarkan berlarut-larut tanpa solusi yang memadai.
Aliran Sungai Cimarilit Kembali Tercemar Kohe, MPK Soroti Kegagalan Tata Kelola Ruang di Kuningan
KUNINGAN, pemudakuningan.id - Kasus pencemaran Sungai Cimarilit yang melintasi Kelurahan Cipari hingga Purwawinangun menjadi cermin nyata kegagalan tata kelola ruang di Kabupaten Kuningan. Warga di Blok Babakan RT 01–02/RW 04, Blok Cikole Barat RT 03–05/RW 02, Blok Cijoho Hilir RT 02–04/RW 03, Blok Puhun RT 05–06/RW 01, hingga Lingkungan Kaum RT 07–08/RW 05, setiap hari menjerit akibat bau menyengat, air tercemar, dan meningkatnya risiko kesehatan. Persoalan ini bukan hal baru, melainkan sudah menahun, terutang, dan terkesan dibiarkan berlarut-larut tanpa solusi yang memadai.
Aktivis MPK, Syekh Abdullah Ilmar—yang pernah aktif di KNPI, GMNI, dan berbagai forum kepemudaan—menegaskan bahwa pemerintah daerah, khususnya Dinas Tata Ruang, tidak boleh terus berlindung pada jargon investasi. Yang mendesak adalah keberanian menata ruang dari hulu ke hilir, mulai dari penentuan lokasi usaha peternakan, kewajiban pengolahan limbah di kandang, pembangunan instalasi pengolahan terpadu, hingga pemulihan kualitas sungai. Tanpa langkah konkret dari Dinas Tata Ruang, masyarakat akan terus menjadi korban pencemaran yang berulang.
Senada dengan pendapat pemerhati lingkungan Oki Rohmania, Syekh Abdullah Ilmar menekankan bahwa akar masalah sesungguhnya terletak pada lambannya pengesahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) dan belum operasionalnya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). RT/RW adalah dokumen hukum yang menjadi pedoman pembangunan wilayah sebagaimana diatur dalam UU No. 26 Tahun 2007 dan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sementara itu, RDTR adalah instrumen teknis detail yang mengatur zonasi, izin, dan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana ditegaskan dalam PP No. 21 Tahun 2021. RDTR juga menjadi dasar penerbitan izin melalui OSS-RBA, sehingga tanpa RDTR, pengendalian izin usaha—termasuk peternakan skala besar—akan tumpul.
Lambannya pengesahan RT/RW dan ketiadaan RDTR membuat izin usaha rawan disalahgunakan. Akibatnya, keuntungan ekonomi hanya dinikmati segelintir pihak, sementara masyarakat terdampak hanya mendapat bau dan pencemaran. MPK juga menyoroti lemahnya penegakan Perda oleh Satpol PP. Selama ini penegakan hukum cenderung berhenti pada pelanggaran kecil, sementara persoalan besar seperti limbah peternakan justru dibiarkan. Tanpa penegakan hukum yang konsisten, tata ruang hanya akan menjadi dokumen mati yang tidak memberi manfaat.
Jeritan warga Cipari–Purwawinangun adalah alarm sosial dan ekologis. Pemerintah daerah, terutama Dinas Tata Ruang, wajib hadir bukan hanya dengan wacana investasi, tetapi dengan penataan ruang yang berpihak pada rakyat, berkeadilan ekologis, dan taat hukum. Jika pengesahan RT/RW dan percepatan RDTR terus ditunda, maka Kabupaten Kuningan hanya akan terjebak dalam lingkaran pencemaran, konflik ruang, dan hilangnya kepercayaan publik.
.AY
Via
Headline
Posting Komentar