Rapor Merah MBG: Anggaran Jumbo, Gizi Gagal, dan Tata Kelola Bermasalah
KUNINGAN, pemudakuningan – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi program prioritas nasional pemerintahan Prabowo–Gibran kembali menuai sorotan tajam. Laporan terbaru Center of Economic and Law Studies (CELIOS) berjudul Makan (Tidak) Bergizi (Tidak) Gratis yang dirilis Senin, 15 Desember 2025, menyimpulkan bahwa MBG gagal mencapai tujuan perbaikan gizi, sarat risiko korupsi, dan bermasalah secara tata kelola.
Alih-alih menjadi investasi jangka panjang bagi generasi masa depan, program yang berjalan sejak Januari 2025 ini justru dinilai dijalankan tanpa fondasi kebijakan berbasis bukti dan pengawasan yang memadai. Ironisnya, MBG menelan anggaran fantastis Rp 355 triliun, yang sebagian besar berasal dari realokasi sektor fundamental seperti pendidikan dan kesehatan.
Anggaran Jumbo dan Dugaan Predatory Budgeting.
CELIOS menilai anggaran MBG sebagai persoalan mendasar. Dana Rp 355 triliun tersebut tidak berasal dari ruang fiskal baru, melainkan hasil pemangkasan besar-besaran anggaran sektor vital, yakni Rp 223 triliun dari pendidikan, Rp 24,7 triliun dari kesehatan, serta Rp 19,7 triliun dari UMKM dan ketahanan pangan.
Dalam perspektif hak asasi manusia, realokasi ini dinilai berpotensi melemahkan hak dasar masyarakat miskin dan kelompok rentan. CELIOS menyebut, dana sebesar itu lebih tepat dialihkan ke program-program yang telah terbukti efektif seperti PKH, PIP, beasiswa pendidikan, kartu sembako, subsidi alat kesehatan disabilitas, hingga percepatan akses air bersih dan sanitasi.
SPPG Disorot, Konflik Kepentingan Menguat.
Masalah tata kelola juga ditemukan pada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebagai ujung tombak pelaksanaan MBG. Survei CELIOS menunjukkan 79 persen responden menyadari adanya konflik kepentingan dalam penunjukan dan pengelolaan SPPG.
Keterlibatan aparat keamanan dalam program sipil berskala nasional turut dikritik karena dinilai berpotensi mengaburkan prinsip akuntabilitas publik dan pengawasan sipil.
Ribuan Korban Keracunan, Negara Absen Melindungi.
Kegagalan tata kelola MBG semakin nyata dengan munculnya kasus keracunan massal. Hingga 15 November 2025, tercatat 15.117 korban keracunan MBG di berbagai daerah. Insiden tersebut terjadi di tengah ketiadaan payung hukum dan aturan teknis pelaksanaan program hingga pertengahan November 2025.
Meski Badan Gizi Nasional (BGN) mengklaim MBG telah menjangkau 36,7 juta penerima manfaat melalui sekitar 12.500 SPPG, CELIOS menilai klaim tersebut tidak ditopang sistem pemantauan dan evaluasi yang kredibel serta transparan.
Makanan Ultra-Proses, Gizi Dipertanyakan.
Dari sisi kualitas pangan, CELIOS menemukan menu MBG di sejumlah daerah justru didominasi makanan ultra-proses, seperti roti, biskuit, kue, susu berperisa, dan daging olahan. Temuan ini muncul di wilayah Sukabumi, Tangerang, Serang, hingga NTT.
Sebanyak 62 persen ibu responden menyatakan anak mereka tidak mengalami kenaikan berat badan setelah mengonsumsi MBG. Konsumsi rutin makanan ultra-proses juga dikaitkan dengan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes, obesitas, hingga gangguan kesehatan mental.
Pekerja Dieksploitasi, Beban Kerja Tak Manusiawi.
CELIOS juga menyoroti kondisi kerja di SPPG. Pekerja, termasuk lulusan Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI), dilaporkan bekerja lebih dari 20 jam per hari, tanpa kontrak kerja tertulis, dan kerap mengalami keterlambatan gaji.
Setiap SPPG ditargetkan memproduksi 3.000–4.000 porsi makanan per hari, namun hanya diawasi satu tenaga gizi. Bahkan, 6,7 persen tenaga yang berperan sebagai ahli gizi tidak memiliki latar belakang pendidikan gizi.
Salah Sasaran dan Kepercayaan Publik Ambruk.
Masalah ketepatan sasaran turut mencuat. Data CELIOS menunjukkan 34,2 persen penerima manfaat MBG berasal dari rumah tangga menengah ke atas, sementara kelompok miskin belum sepenuhnya menjadi prioritas.
Akumulasi persoalan tersebut berdampak pada anjloknya kepercayaan publik. Survei mencatat 95,73 persen responden menginginkan MBG dihentikan, dan 71,08 persen mengusulkan penggantian skema menjadi bantuan tunai langsung.
CELIOS Desak Evaluasi Total MBG.
Merespons temuan tersebut, CELIOS mendorong audit total MBG, mencakup aspek penganggaran, keamanan pangan, hingga kondisi ketenagakerjaan di seluruh SPPG. CELIOS juga mengusulkan pembentukan satuan tugas reformasi independen untuk menindak pelanggaran kontrak, praktik mark-up, serta menata ulang seleksi dan pengawasan SPPG.
Di sisi implementasi, CELIOS mendorong penguatan dapur MBG berbasis sekolah dan UMKM lokal dengan pengawasan ahli gizi daerah, serta penetapan standar menu nasional berbasis bukti ilmiah.
Laporan ini menjadi peringatan keras agar MBG tidak berubah menjadi program mahal yang gagal memenuhi hak dasar anak, pekerja, dan masyarakat luas.
.AY

Posting Komentar